Friday, June 17, 2005

Survey-surveyan

Dalam keadaan tidak memiliki uang untuk refresh dan menjauh dari Jakarta yang hampir membuat kepala saya meledak, iseng-iseng saya melakukan statistik kecil-kecilan. Tentu dengan tidak menggunakan beragam teori dari MPS –walau saya mendapatkan nilai A- yang pernah saya terima.

Lho? Lagi mumet koq malah bikin statistik? Bukannya malah tambah bikin mumet? Gak punya duit koq malah bikin survey? Bukannya malah tambah bikin gak punya duit karena buat fotokopi lembaran survey? Hmm… Biarpun pertanyaannya banyak, jawabannya hanya satu: ISENG. Hehehe..

Yo wis, balik lagi ke ‘survey’. Survey ini saya lakukan kepada 30 responden yang semuanya muslim dan berasal dari latar belakang yang berbeda, dari akademisi hingga masyarakat awam.
Survey ini berisi satu pertanyaan utama: “Setujukah Anda dengan penerapan syari’ah di negara ini?”

Hasilnya? 24 Orang menyatakan rasa setuju dan sisanya (6 orang) menyatakan tidak setuju.

Wah… Berarti, klo mau pake hitungan ‘bodoh’, hanya 1 dari 4 orang yang tidak menginginkan syari’ah di Indonesia ya? Berarti, bangsa ini didominasi oleh orang-orang yang menginginkan syari’ah ya? Ya ndak dong. Selain karena survey ini tidak didukung oleh ilmu statistik yang semestinya, keisengan saya ini juga masih terlalu dangkal dan bodoh untuk berujung pada konklusi bahwa masyarakat Indonesia menginginkan adanya penerapan syari’ah Islam. Bisa-bisa saya digugat oleh para ahli statistik!

Apalagi ketika ada beberapa pertanyaan turunan, seperti:

1.Setujukah Anda jika seseorang yang tidak sholat dikenakan sanksi?
2.Setujukah Anda jika seseorang yang secara materi mampu namun tidak berzakat dihukum?
3.Setujukah Anda jika seseorang yang mencuri tangannya dipotong?
4.Setujukah Anda jika seseorang yang berzina dirajam?

Nih hasilnya: Hanya 1 (SATU) orang yang konsisten dengan jawaban SETUJU dari pertanyaan utama hingga 4 pertanyaan turunan. 6 (ENAM) orang konsisten dengan jawaban TIDAK SETUJU. Sisanya, 23 (DUAPULUHTIGA) orang bersikap inkonsisten, artinya, di pertanyaan utama mereka jawab SETUJU, namun berkebalikan di 4 pertanyaan berikutnya.


Mungkin ini terjadi karena adanya interpretasi ‘kejam’ untuk punishment yang diberikan dalam penerapan hukum positif dalam syari’ah. Padahal, penerapan syari’ah tidak melulu memberikan punishment, karena sesungguhnya, lebih banyak reward dalam teori apalagi prakteknya. Seperti:

Bagaimana negara yang menerapkan syari’ah tidak mengenal korupsi.

Bagaimana negara yang menerapkan syari’ah memberikan pendidikan gratis kepada rakyatnya, karena pendidikan adalah tanggung jawab negara.

Bagaimana negara yang menerapkan syari’ah begitu aman dan tentram karena syari’ah memberikan sanksi yang tegas kepada individu yang merugikan individu lain.

Bagaimana negara yang menerapkan syari’ah begitu sulit saya gambarkan karena terlalu indah, dus saya tidak hidup dalam negara yang menerapkan syari’ah.


Tapi, bagaimanapun harus ada kesimpulan akhir dari sebuah survey, walaupun survey-surveyan. Saya akan menyimpulkan begini: Jika 30 orang tersebut diandaikan sebagai + 150 juta muslim Indonesia (ini misalnya lho!), berarti, ada 80 % (+ 120 juta orang) yang menyatakan SETUJU dengan penerapan syari’ah dan sisanya 20% (+ 30 juta orang) menyatakan TIDAK SETUJU.


Namun, hanya ada 3% (+ 4,5 juta orang) yang KONSISTEN untuk SETUJU dengan penerapan syari’ah hingga punishment (rasanya koq kurang enak ya klo dibilang sebagai punishment?) yang ditetapkan oleh hukum syari’ah; 20% (+ 30 juta orang) KONSISTEN untuk TIDAK SETUJU dengan penerapan syari’ah, lebih-lebih punishment yang diberlakukan; sisanya, 77% (+ 115,5 juta orang) masih bersikap dualisme, ambigu, hipokrat, mungkin juga takut, atau apalah istilahnya. Saya sudah cukup pusing dengan angka-angka yang baru saja saya hitung.


Kenapa hasilnya begini? Mungkinkah ada multi interpretative dari kata SYARI’AH? Atau mungkin survey-surveyan ini menjadi penegasan lebih bahwa memang ada yang tidak beres dengan konstruksi pemikiran masyarakat kita. Yang memang harus secepatnya di rekonstruksi!


Huaaghhh… Rasanya saya sudah cukup mengantuk untuk meneruskan tulisan tentang survey-surveyan ini. Yaaah… mudah-mudahan ini benar-benar sekedar survey-surveyan, yang hasilnya menjadi hasil-hasilan.


Hehehe… Nggak mendalam ya?? Emang!! Lagi iseng aja nih…


Huaaghhh… Nguantuk…


“Survey-surveyan ini saya lakukan secara spontanitas, tidak berhubungan dengan partai atau organisasi apapun, karena hingga saat ini saya tidak berafiliasi dimanapun”

Tanjung Priok, Akhir April 2005


“Just an ordinary mind from an ordinary person with an ordinary life”