Tuesday, October 25, 2005

Bagaimana tidak lucu, jika...

Tadi seorang kawan saya yang penggila Jack Danielle bertanya begini: “Nie, coba kasih satu gambaran buat bangsa ini, dan kenapa?”.

“Ketoprak humor! Karena dunia itu panggung sandiwara, dan menurut gw, dunia apalagi bangsa ini jadi tontonan yang lucu banget buat di liat”. Kawan saya yang baik itu lalu menyambut jawaban saya dengan: “Bener, dunia emang panggung sandiwara yang cukup membuat mengocok perut gw, saking lucunya, seringnya gw teriak anj**ng bahkan nangis nonton nih dunia”.

Ya! Benar! Dunia, terutama bangsa ini memang tontonan yang sangat lucu.
Bagaimana tidak lucu, jika pemerintah yang mayoritas di pilih rakyat tidak memilih untuk membela rakyat. Malah seringnya merugikan rakyat.

Bagaimana tidak lucu, jika kaum berduit ramai-ramai memenuhi sekolah untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan kami berbondong-bondong memenuhi jalan untuk mendapatkan recehan. Bukankah pendidikan juga menjadi hak kami?

Bagaimana tidak lucu, jika gubuk kami selalu digusur untuk dijadikan tempat berteduh atau berbelanja kaum borjouis. Tempat yang bisa kami nikmati hanya dalam mimpi indah kami.

Bagaimana tidak lucu, jika BBM yang nota bene milik kami, harus kami beli dengan harga yang sangat tinggi. Di jual oleh pemerintah, yang harusnya mengurus hajat hidup kami.

Bagaimana tidak lucu, jika katanya kenaikan BBM ini hanyalah short pain untuk meraih long term gain. Ah, rasanya rakyat kecil tidak akan berpengaruh dengan short pain bukan? Karena kami telah hidup dalam long pain yang tidak pernah selesai. Jadi, tidak usahlah berbicara long term gain, ketika tidak kunjung mampu merealisasikannya. Bukan pesimis, tapi begitulah hati kami berbicara.

Bagaimana tidak lucu, jika rintihan kami karena melambungnya harga BBM disuap dengan satu lembar rupiah seratus ribu untuk satu bulan.

Bagaimana tidak lucu, jika kami selalu di perah untuk menyelesaikan masalah bangsa ini, tapi tidak pernah merasakan hasil dari masalah yang kami selesaikan. Kenapa para kapitalis, para pemilik modal, para pejabat, bahkan wakil kami tidak ikut menanggung masalah bangsa ini? Bukankah mereka juga rakyat dari bangsa ini? Kenapa mereka tertawa, kekenyangan, tidur dengan lelapnya dan hidup tanpa kekurangan, sementara kami menangis, kelaparan, amnesia dan hidup dalam kekurangan untuk menyelesaikan masalah bangsa ini?

Bagaimana tidak lucu, jika saat kami mencuri karena lapar maka babak belur digebukin, mati dibakar atau tembakan adalah hukuman untuk kami? Sedangkan ketika para pejabat mencuri karena hobi, hukuman mereka jauh-jauh lebih ringan dari kami? Jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah kami mendengar pejabat yang dihukum karena mencuri, sedangkan kami kerap mendengar dan menyaksikan saudara-saudara kami dihukum karena mencuri. Padahal kami hanya mencuri ayam yang paling hanya merugikan satu orang atau paling banyak satu keluarga, sedangkan para pejabat mencuri hak ratusan juta rakyat ini, bahkan mungkin hak anak-cucu kami.

Bagaimana tidak lucu, jika kawan saya yang baik, tukang mabok, penggila Jack Danielle dan hampir DO dari kuliahnya sering menangis melihat derita bangsa ini. Sedangkan, para pejabat yang waras dan lulus kuliah dengan nilai memuaskan kerap tertawa diatas penderitaan bangsa ini.
Bagaimana tidak lucu, jika tulisan ini harus berakhir sampai disini, karena saya terlalu lelah untuk menuliskan kelucuan-kelucuan lain dari bangsa ini yang tidak terhitung jumlahnya.
02.38 WIB, menjelang sahur...

Pejaten, 19 Oktober 2005

“Just an ordinary mind from an ordinary person with an ordinary life”

1 comment:

Anonymous said...

Best regards from NY! » »