Banyak yang dihasilkan dari proses berpikir. Mulai dari kemampuan untuk menganalisa keadaan, kedewasaan menerima perbedaan, melatih kepekaan emosi, kelapangan hati menerima kesalahan hingga manajemen diri saat mendapat kebenaran. Ada hal-hal luar biasa yang di dapatkan ketika seorang manusia berpikir.
Saya ingat ketika satu hari seorang kawan memprotes saya yang terlalu banyak menggunakan kata-kata “Gw pikir…”. Menurutnya saya terlihat angkuh dengan menggunakan kata-kata tersebut. Terus terang saya bingung melihat reaksi kawan saya tersebut. Yang tidak saya habis pikir, mengapa kawan saya melarang saya menggunakan kata-kata tersebut? Mengapa menurutnya saya terkesan angkuh ketika menggunakannya? Lha wong, kita punya otak yang memang digunakan untuk berpikir! Lalu apa gunanya otak jika tidak digunakan untuk berpikir? Bukannya malah kita menjadi sombong karena tidak menggunakan otak yang bervolume kecil tapi mempunyai kemampuan yang maha dahsyat tersebut? Saya kan hanya berusaha untuk syukur ni’mat dengan menggunakan seluruh fasilitas dan potensi yang diberikan Tuhan kepada saya. Dengan begitu, apa saya angkuh? Silahkan beri penilaian kalian untuk itu.
Archimedes yang dianggap seorang ilmuwan jenius, menemukan teorinya saat dia mandi. EUREKA! Yang sekarang menjadi simbol untuk satu kegembiraan ketika mendapat titik terang, awalnya diteriakkan dalam sebuah kamar mandi. Teori Archimedes tidak lahir dari sebuah lab, tapi di sebuah kamar mandi! Tepatnya di bak mandi! Lihat bagaimana seorang Archimedes melakukan proses berpikir hingga di bak mandi sekalipun!
Dalam ilmu social, ada teori yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari ‘nature’ dan ‘nurture’. Lama saya berpikir untuk menerjemahkan teori tersebut, dan akhirnya saya menyimpulkan teori tersebut begini: Satu fenomena (nature) yang memacu manusia untuk berpikir akan melahirkan suatu proses pembelajaran (nurture). Manusia akan menjadi sebenar-benarnya manusia saat dia ‘terlahir’ dari nature dan nurture, tidak hanya sekali, tapi nature dan nurture yang berulang terus menerus.
Saat kawan tersebut menegur saya untuk tidak melulu menggunakan kata-kata “Gw pikir…”, saya sempat emosi. Namun kemudian saya sadar, jika saya menjadi emosi dengan tegurannya, berarti saya tidak melakukan proses berpikir. Proses berpikir untuk menjelajahi jalan berpikir kawan saya yang mengatakan bahwa saya angkuh (nature)! Proses berpikir untuk tetap membuka pikiran saya terhadap suatu perbedaan (nurture)!
Namun terlepas dari opini saya, contoh dari seorang Archimedes dan teori-teori social dari barat tentang manusia dan proses berpikirnya. Sesuai fitrahnya, Tuhan memang menciptakan manusia untuk berpikir. Kita lihat di Al-Qur’an, ayat pertama yang di turunkan Tuhan kepada Muhammad berisi kalimat “IQRO” yang berarti “Bacalah!”. Ayat tersebut tidak hanya bermakna bahwa Muhammad di perintahkan untuk membaca, tapi jika kita buka kembali folder ingatan kita tentang proses penerimaan wahyu itu, maka yang kita dapat adalah, saat itu melalui Jibril, Tuhan mengajarkan Muhammad untuk membaca, dengan berpikir dari tiap ayat kalimat yang Muhammad baca.
Dan betapa banyak ayat dalam Al-Qur’an yang berisi kalimat, “…Agar mereka berpikir”, “……Apakah kamu tidak memikirkannya?”, atau di surat Al-Baqoroh, di dua ayat sekaligus (219 dan 266), Tuhan menegaskan “……Demikianlah, Alloh menerangkan ayat-ayatNya kepadamu agar kamu berpikir”. Bagaimanapun redaksional dari penggalan ayat diatas atau ayat-ayat lain yang sejenis, inti dari semua ayat tersebut adalah menyeru manusia untuk berpikir.
Dan ketika kita kaji lebih jauh tentang ayat yang mengandung esensi agar manusia berpikir, akan kita temui bahwa orang yang berpikir akan berbanding lurus dengan orang yang berakal, orang yang beruntung, atau orang di golongan kanan. Sebaliknya dengan orang yang tidak berpikir, mereka akan disejajarkan dengan orang yang bodoh, orang yang merugi atau orang golongan kiri. Lihat bagaimana Tuhan memuliakan orang yang berpikir!
Secara eksplisit, Tuhan ‘memberitahukan’ bahwa orang-orang yang terpilih adalah orang-orang yang berpikir. Ibrahim, adalah manusia yang sebelum mendapat gelar kenabiannya selalu mempertanyakan keberadaan dan bentuk Tuhan. Ibrahim pernah menganggap bahwa matahari adalah Tuhan, namun ketika bulan menggantikan matahari, Ibrahim berpikir bahwa bulan lah Sang Tuhan, begitu si bulan hilang dan kemudian ada bintang, maka Ibrahim yakin bahwa bintanglah wujud dari Sang Penguasa itu, namun, saat si bintang pun hilang, Ibrahim yakin bahwa bintang bukanlah Tuhan. Pertanyaan bagaimana bentuk Tuhan pun terus berjalan. Akhirnya, muncul anti-tesis di pikiran Ibrahim, bahwa Tuhan tidak mungkin muncul dalam sekejap, lalu kemudian hilang. Karena Tuhan adalah Yang Maha, maka Tuhan harus mempunyai kemampuan untuk selalu hadir, Tuhan harus menunjukkan ‘bentuknya’ dimanapun dan kapanpun tanpa dibatasi oleh waktu dan kondisi.
Kita lihat, bagaimana Nabi yang memang ‘the chosen one’ pun diberikan kesempatan berpikir oleh Tuhan. Seorang Nabi yang memiliki intelegensia lebih pun dididik terlebih dahulu oleh Tuhan untuk berpikir. Berpikir untuk mengenal Tuhannya, lebih dari itu, berpikir terhadap fenomena yang terjadi di dunia ini.
Tadinya saya adalah orang yang malas, bahkan takut untuk berpikir. Saya takut ketika saya salah dalam berpikir. Saya takut ketika hasil pemikiran saya dianggap remeh, ditertawakan bahkan mungkin di bodoh-bodohin oleh orang lain. Tapi pertemuan dan interaksi saya dengan seorang kawan dan beberapa kawan dari kawan saya itu (Nggak bingung kan?) menghadirkan niat untuk berpikir, dan akhirnya dari si niat, adrenalin saya selalu terpacu untuk berpikir, terlepas dari benar atau salah nya pemikiran saya. Yang saya pikirkan adalah bagaimana terus berpikir dan berpikir. Salah atau benar urusan nanti, toh nantinya dari proses berpikir dan diskusi, kita akan melalui proses berpikir selanjutnya untuk mencerna mana yang benar dan salah.
Jangan takut untuk berpikir dimanapun, kapanpun! Teori Archimedes yang berlaku hingga akhir jaman, ditemukan ketika Archimedes berada di bak mandi. Ibrahim dimuliakan saat dirinya melakukan proses berpikir untuk mempertanyakan Tuhan dari sejak dini. Di buku ’petunjuk’Nya pun Tuhan menegaskan bahwa orang-orang yang berpikir adalah orang yang beruntung dan mendapat tempat khusus di sisiNya. Jadi, masih ragu untuk selalu berpikir?? Jangan ragu berpikir untuk berpikir! Mari terus berpikir dan bergerak demi suatu perubahan!
Pejaten, 2005
-Thx untuk semua kawan (terutama di Bandung dan FISIP UI) yang telah membuka pikiran ini agar selalu berpikir, Love u lillah...-
“Just an ordinary mind from an ordinary person in an ordinary life”
No comments:
Post a Comment